Didalam Kitab As Sunan Wal Mubtada’aat terdapat beberapa perkara yang harus kita ambil sebagai suatu pelajaran, mana yang termasuk Sunnah dan mana yang termasuk Bid’ah berkenaan dengan masalahWudhu’. Dalam Bab ke-6 dari Kitab As Sunan Wal Mubtada’aat dibahas tentang “Dzikir-dzikir Wudhu’ yang disyari’atkan dan yang tidak disyari’atkan”
Dzikir-Dzikir Wudhu’ yang Disyari’atkan
Mengenai Wudhu’, kita mulai dengan Hadits Shohiih yang menjelaskan tentang tatacara Wudhu’ sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 159 dan Imaam Muslim no: 561 sebagai berikut:
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مِرَارٍ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya:
“Bahwa Humron budak ‘Utsman رضي الله عنه, beliau melihat ‘Utsman bin Affan رضي الله عنهmeminta bejana, lalu mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian memasukkan (tangan) kanannya kedalam bejana lalu berkumur, dan memasukkan air ke hidungnya kemudian membasuh wajahnya tiga kali serta (membasuh) kedua tangannya sampai dengan siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, dan membasuh kedua kakinya tiga kali sampai dengan mata kaki, kemudian berkata, “Bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Barangsiapa yang ber-Wudhu’ seperti Wudhu’-ku ini, kemudian sholat dua rokaat, tidak membisikkan pada dirinya (dalam perkara duniawi), niscaya diampunilah dosa-dosanya yang lalu.”
Imaam Ibnus Syihab رحمه الله berkata, “Adalah ‘Ulama-‘Ulama kita menegaskan bahwa ini adalah cara Wudhu’ yang paling sempurna yang (seyogyanya) dipraktekkan setiap orang untuk Sholat.”
Hadits-Hadits Shohiih yang lain yang membahas tentang tatacara ber-Wudhu’ sesuai Sunnah Rosuululloohصلى الله عليه وسلم, insya Allooh akan kita bahas secara lebih detail dalam kajian tersendiri di lain kesempatan waktu. Sedangkan berikut ini, kita akan lebih membahas Hadits-Hadits Shohiih yang menjelaskan tentang Dzikir-Dzikir Wudhu’ yang disyari’atkan itu apa saja, yakni :
1. Dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 101, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
Artinya:
“Tidak sah sholat bagi orang yang tidak berwudhu’ (sebelumnya) dan tidak sah wudhu’ bagi orang yang tidak menyebut “Bismillah” (sebelumnya).”
2. Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 576, dari Shohabat ‘Uqbah bin ‘Amir رضي الله عنه,bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
Artinya:
“Barangsiapa yang menyempurnakan Wudhu’, lalu mengucapkan “Asyhadu allaa Ilaaha Ilalloohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanyalah Allooh, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosuul-Nya)”, maka pintu-pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya dan dia boleh masuk dari pintu yang mana saja yang dia mau.”
3. Dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 55, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, yang di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, ditambahkan di akhir riwayat tersebut dengan mengatakan:
من توضأ فأحسن الوضوء ثم قال أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين – فتحت له ثمانية أبواب الجنة يدخل من أيها شاء
Artinya:
Barangsiapa yang berwudhu dengan sebaik-baiknya kemudian berdoa:“Asyhadu allaa Ilaaha Ilalloohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu. Alloohummaj’alnii minat tawwabiina waj’alnii minal mutathohhiriin (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanyalah Allooh, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosuul-Nya. Ya Allooh, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang tekun bertaubat dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci)”; maka akan dibukakan untuknya pintu surga yang delapan dan masuk dari mana yang dia suka.”
4. Dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 121, dari Shohabat ‘Uqbah bin Amir رضي الله عنه, dan kata Syaikh Syuaib Al Arnaauth Hadits ini Hasan Lighoirihi. Pada saat perang Tabuk, berdoa sesudah Wudhu’ itu dilakukan dengan cara mengangkat pandangan ke langit:
من توضأ فأحسن الوضوء ثم رفع نظره إلى السماء فقال أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله فتحت له ثمانية أبواب الجنة يدخل من أيها شاء
Artinya:
“Barangsiapa yang ber-Wudhu’ sebaik-baiknya, kemudian mengangkat pandangannya ke langit kemudian berdoa,
“Asyhadu allaa Ilaaha Ilalloohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanyalah Allooh, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosuul-Nya)”, maka pintu-pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya dan dia boleh masuk dari pintu yang mana saja yang dia mau.”
Jadi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika berdo’a itu sambil mengangkat pandangan beliau صلى الله عليه وسلم kearah langit.
5. Lalu ditambah lagi berdasarkan Hadits Marfuu’ (yaitu: Hadits yang sampai sanadnya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) Riwayat Imaam Al Hakim no: 2072, dan beliau berkata Hadits ini Shohiihsesuai dengan syarat Imaam Muslim kemudian dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalamSilsilah Ash Shohiihah no: 2333, dari Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwasanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
سبحانك اللهم و بحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك و أتوب إليك كتب في رق ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة
Artinya:
“Siapa yang selesai ber-Wudhu’, lalu ia membaca “Subhaanakalloohumma wabihamdika, asyhadu allaa Illaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika (Maha Suci Engkau ya Allooh dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali hanyalah Engkau, aku mohon ampunan dan bertaubat pada-Mu)”, niscaya akan diangkat derajatnya sampai dibawah Al ‘Arsy dan tidak berubah kedudukannya hingga hari kiamat.”
6. Dan juga di dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3500 dan Imaam Ahmad no: 16650, dari Shohabat Abu Hurariroh رضي الله عنه, menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth Hadits ini Hasan Lighoirihi, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdo’a:
اللهم اغفر لي ذنبي ووسع لي في داري وبارك لي في رزقي
Artinya:
“Ya Allooh, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku dan berkahilah apa yang Engkau rizqikan padaku.”
Kata Imaam Ibnus Sunni رحمه الله, seorang Ahli Hadiits, Hadits ini pernah disebutkan pula oleh Imaam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam Kitabnya Zaadul Ma’aad.
Apakah maksud dari penyebutan beberapa riwayat tersebut diatas? Penulis Kitab tersebut ingin menyampaikan kepada kita bahwa ada beberapa hal yang harus kita ketahui bahwa ada dzikir-dzikir yang disunnahkan dalam perkara berwudhu’. Bahwa setelah selesai berwudhu’, kita disunnahkan menghadap kearah Kiblat dan mengangkat pandangan kearah langit, lalu berdo’a dengan do’a setelah wudhu’, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Demikian itu adalah seputar masalah wudhu’ yang disunnahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan do’a-doanya yang shohiih, yang boleh kita pakai dalam rangka berwudhu’.
Hal-Hal yang Termasuk Bid’ah dalam ber-Wudhu’
1. Termasuk dalam kategori Bid’ah dalam ber-Wudhu’ adalah mengatakan:
“Alhamdulillaahilladzii ja’alal maa’a thohuuron, wal Islaama nuuron (Segala puji bagi Allooh yang telah menjadikan air ini suci dan Islam menjadi cahaya).”
Atau dengan mengatakan: “Alhamdulillaahi ‘alaa hadzal maa’i ath thohiir (Segala puji bagi Allooh yang telah menjadikan air ini suci).”
Do’a-do’a seperti ini tidak ada landasan yang shohiihtentangnya, namun para Ahlul Bid’ah sedemikian gigihnya menyebarkannya kepada kaum muslimin, sehingga kalimat ini bahkan diajarkan, dibacakan dan dituliskan oleh mereka; bahkan sampai ada suatu masjid yang menuliskan kalimat tersebut disetiap kran tempat Wudhu’. Hendaknya kaum muslimin meninggalkan perkara-perkara Bid’ah tersebut dan kembali kepada Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
2. Perkataan “Nawaitu…. (Saya Berniat…..)” didalam ber-Wudhu’ itu tidaklah disunnahkan, dan itu menjadi suatu Bid’ah. Karena, Niat itu tempatnya adalah didalam hati, bukan dilafadzkan dengan mulut.
Jadi tidak perlu mengucapkan: “Nawaitu wudhu’a lirof’il hadatsil asghori…” dstnya.
Melafadzkan niat itu sendiri tidak akan berpahala, bahkan berdosa (apalagi bagi orang yang mengajarkan dan menyebarkan Bid’ah ini) karena mengerjakan sesuatu perkara didalam urusan dien yang tidak ada contohnya atau tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tidak ada satu pun dalil yangshohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang melafadzkan niat.
3. Termasuk dalam kategori Bid’ah adalah berdo’a pada setiap gerakan Wudhu’ dengan do’a-do’a, seperti:
عن انس قال دخلت على رسول الله صلى الله عليه و سلم وبين يديه اناء من ماء فقال لي يا انس ادن مني اعلمك مقادير الوضوء فدنوت من رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما ان غسل يديه قال بسم الله والحمد لله ولا حول ولا قوة إلا بالله فلما استنجى قال اللهم حصن لي فرجي ويسر لي امري فلما ان تمضمض واستنشق قال اللهم لقني حجتك ولا تحرمني رائحة الجنة فلما ان غسل وجهه قال اللهم بيض وجهي يم تبيض الوجوه فلما ان غسل ذراعيه قال اللهم اعطني كتابي بيميني فلما ان مسح يده على رأسه قال اللهم تغشنا برحمتك وجنبنا عذابك فلما ان غسل قدميه قال اللهم ثبت قدمي يوم تزل فيه الأقدام ثم قال النبي صلى الله عليه و سلم والذي بعثني بالحق يا انس ما من عبد قالها عند وضوئه لم يقطر من خلل اصابعه قطرة إلا خلق الله منها ملكا يسبح الله عز و جل سبعين لسانا يكون ثواب ذلك التسبيح له الى يوم القيامة قال العلل المتناهية – ابن الجوزي هذا حديث لا يصح
قال الشوكاني في النيل :
وقال النووي في الروضة : هذا الدعاء لا أصل له . وقال ابن الصلاح : لا يصح فيه حديث
Artinya:
Dari Anas berkata, “Aku masuk pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sedang dihadapannya terdapat bejana air, lalu dia berkata padaku, ‘Ya Anas, mendekatlah padaku. Aku ajari kamu kadar berwudhu’ lalu aku mendekat padanya dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم membasuh kedua tangannya, beliau صلى الله عليه وسلم berkata, “Dengan nama Allooh dan segala puji bagi Allooh, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allooh.
Ketika beristinja’, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa ,“Ya Allooh, lindungilah kemaluanku, mudahkanlah urusanku.”
Dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم berkumur dan memasukkan air ke hidung, berdoa, “Ya Allooh, ajari padaku hujjahmu, dan jangan Engkau haramkan aku dari bau surga.”
Ketika membasuh wajahnya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, putihkanlah wajahku pada hari wajah-wajah diputihkan.”
Ketika membasuh dua sikunya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, berikanlah padaku kitabku dengan tangan kananku.”
Ketika mengusap kepalanya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, selimutilah kami dengan kasih sayang-Mu dan jauhkanlah kami dari adzab-Mu.”
Ketika membasuh kedua kakinya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, kukuhkan kakiku pada hari kaki-kaki terpeleset.”
Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم berkata, “Demi yang mengutusku dengan kebenaran, wahai Anas, tidak ada seorang hamba yang berdoa dengannya ketika berwudhu maka tidak ada satu tetespun air yang terjatuh dari sela-sela jarinya, kecuali Allooh ciptakan darinya Malaikat yang bertasbih kepada Allooh tujuh puluh kali dimana pahalanya untuknya sampai dengan hari kiamat.”
Menurut Imaam Ibnul Jauzy رحمه الله dalam Kitab Al Ilal Al Mutanahiyyah, Hadits ini tidak Shohiih.
Berkata Imaam Syaukani رحمه الله dalam Nailul Authoor, Imaam Nawawy رحمه الله berkata dalam Ar Raudhoh bahwa doa ini tidak ada asalnya.
Dan berkata Imaam Ibnus Sholaah رحمه الله, tidak ada hadits Shohiih dalam masalah ini.
Berdo’a seperti itu bukan termasuk Sunnah, melainkan justru Bid’ah, karena meladzimkan membaca do’a-do’a tertentu dalam setiap gerakan Wudhu’ dimana hal ini tidak ada contohnya atau tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Yang termasuk Bid’ah juga adalah berdo’a: “Wa asmi’ni adzana Bilaal (Perdengarkanlah kepadaku Adzannya Bilaal).” dstnya
Dzikir-dzikir seperti ini adalah Palsu dan Dusta. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mengajarkan dzikir-dzikir yang demikian kepada ummatnya. Tidak ada landasan yang shohiih tentangnya, maka para Ahlul Bid’ah yang menyebarkan Hadits-Hadits Palsu tersebut hendaknya mereka takut terhadap ancaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Al Mughiiroh bin Syu’bah رضي الله عنه sebagai berikut,
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ
Artinya:
“Barangsiapa meriwayatkan sebuah Hadits dariku, dilihat ternyata hadits itu dusta, maka sesungguhnya ia termasuk salah satu dari para pendusta.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1)
Dan Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosuululloohصلى الله عليه وسلم bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
“Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah dengan tempat duduknya di Neraka.”(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 110 dan Imaam Muslim no: 4)
Atau dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Mughiroh bin Syu’bah رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
“Sesungguhnya, berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama orang lain, barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah dengan tempat duduknya di dalam api Neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 5)
Oleh karena itu, janganlah kalian wahai kaum muslimin membeli buku-buku yang mengajarkan do’a-do’a diatas landasan Hadits-Hadits yang Palsu (Maudhuu’) ataupun Lemah (Dho’iif). Hindarilah, dan kalau kalian mampu maka ingkarilah kemunkaran dan kebid’ahan tersebut, lalu sampaikan pada mereka kebenaran dan ajaklah mereka untuk kembali kepada Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
4. Selanjutnya ada pula hal yang termasuk kekeliruan dalam ber-Wudhu’ ,yang dilakukan oleh sebagian kalangan yang menyatakan dirinya sebagai pengikut madzab Syaafi’iy, padahal Imaam Asy Syaafi’iyرحمه الله sendiri telah berkata bahwa: “Apabila Hadits itu Shohiih, maka itulah madzab-ku.”
Jadi Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله berlepas diri dari Hadits-Hadits yang Maudhuu’ ataupun Dho’iif.
Kekeliruan dalam ber-Wudhu’ tersebut adalah: mengusap hanya sebagian ubun-ubun kepala atau beberapa helai rambut dari kepalanya saja pada saat ber-Wudhu’. Hal yang seperti ini menurut KitabAs Sunan Wal Mubtada’aat adalah perkara Jahlun (kebodohan) terhadap Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika ber-Wudhu’ memberikan tuntunan untuk mengusap seluruh rambut kepala, dimulai dari awal tumbuhnya rambut di dahi, terus kebelakang sampai ke tengkuk, lalu dikembalikan lagi arah usapannya ke arah depan kepala (tempat tumbuhnya rambut di dahi) tersebut.
Perhatikanlah Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 579 sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الأَنْصَارِىِّ – وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ – قَالَ قِيلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
Artinya:
“Diriwayatkan dari ‘Abdullooh bin Zaiid bin ‘Ashim al Anshoory رضي الله عنه , dan ia adalah Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Ia berkata, bahwa ia pernah disuruh (oleh seseorang),“Ber-Wudhu’ lah untuk kami seperti Wudhu’ Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”
Ia kemudian meminta bejana berisi air. Lalu ia kucurkan pada kedua tangannya. Lantas ia membasuhnya tiga kali. Kemudian ia memasukkan kedua tangannya (kedalam bejana air) lalu mengeluarkannya. Lantas berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidungnya dari satu telapak tangan.
Ia melakukan hal tersebut tiga kali. Kemudian ia memasukkan kedua tangannya (kedalam bejana air), lalu ia mengeluarkannya dan membasuh wajahnya tiga kali. Ia memasukkan tangannya lagi (kedalam bejana air) dan mengeluarkannya kembali. Kemudian membasuh kedua tangannya sampai siku, masing-masing dua kali. Setelah itu ia memasukkan tangannya (kedalam bejana air) dan mengeluarkannya. Lalu, mengusap kepalanya dengan menggerakkan kedua tangannya dari depan ke belakang. Kemudian dia membasuh kedua kakinya sampai mata kaki, seraya berkata, “Demikianlah Wudhu’ Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”.”
Mengusap seluruh kepala itulah yang semestinya diyakini dan diamalkan oleh orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Madzab Syaafi’iy, karena Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله sendiri telah mengatakan bahwa Madzab beliau adalah mengikuti Hadits-Hadits yang Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Juga Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله berkata: “Semua masalah yang telah kukatakan tetapi bertentangan dengan Sunnah, maka aku ruju’ disaat hidupku dan setelah wafatku.” (Dinukil dari kitab Imaam Al Khatibرحمه الله yang berjudul “Al Faqih wal Mutafaqqih”)
5. Termasuk kekeliruan pula, dimana sebagian kaum muslimin mengatakan bahwa air bekas ber-Wudhu’ tidak boleh dipakai lagi, dengan istilah Al Ma’ul Musta’mal (air yang sudah pernah dipakai).
Yang demikian ini tidak benar, karena justru dalam Hadits yang Shohiih, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمmandi bersama ‘Aa’isyah رضي الله عنها (istri beliau), dan keduanya menciduk air dalam satu bejana yang sama, padahal keduanya dalam keadaan junub.
Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 755, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, ia berkata,
مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ
Artinya:
“Dahulu aku sendiri dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (sering) mandi bersama dari satu bak, sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.”
Bahkan ada Shohabat yang ber-Wudhu’ dengan air bekas Wudhu’-nya Rosuululllooh صلى الله عليه وسلم. Kalau lah itu najis, tentu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم akan melarangnya. Ternyata beliau صلى الله عليه وسلم membiarkannya (taqriir) dan itu menjadi bagian dari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمjuga.
Perhatikanlah Hadits Riwayat Imaam Ibnu Huzaimah no: 108, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ber-Wudhu’ dengan air lebihan bekas dipakai Maimunah رضي الله عنها, dan Syaikh Al A’dzoomy mengatakan bahwa sanad Hadits ini sesuai dengan syarat Muslim.
ابن عباس : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يتوضأ بفضل ميمونة
قال الأعظمي : إسناده على شرط مسلم
Oleh karena itu, tidak perlu ragu bila kita ber-Wudhu’ lalu beradu tangan dengan orang lain yang sedang ber-Wudhu’ dekat kita dan sejenisnya. Boleh saja. Di zaman modern seperti sekarang pun, kita tetap diajarkan untuk memakai air secara irit, hemat.
6. Hadits-Hadits yang Lemah dan Palsu berkaitan dengan perkara Wudhu’, adalah sebagai berikut:
a) Hadits Lemah (Dho’iif) :
“Wahai Abu Hurairoh, apabila engkau ber-Wudhu’, maka ucapkanlah ‘Bismillah wal Hamdulillaah’. Kalau engkau memeliharanya, kemudian engkau tidak beristirahat, maka itu akan memberikan pahala padamu, dimana akan diberi pahala kebajikan sampai dengan batalnya Wudhu’-mu.”
Hadits ini adalah Munkar, karena derajatnya Sangat Lemah (Dho’iif), sehingga tidak bisa dijadikanHujjah.
b) Hadits Palsu (Maudhuu’) sebagaimana telah dijelaskan diatas:
Dari Anas berkata, “Aku masuk pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sedang dihadapannya terdapat bejana air, lalu dia berkata padaku, ‘Ya Anas, mendekatlah padaku. Aku ajari kamu kadar berwudhu’ lalu aku mendekat padanya dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم membasuh kedua tangannya, beliau صلى الله عليه وسلم berkata, “Bismillah, wal Hamdulillaah wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah (Dengan nama Allooh dan segala puji bagi Allooh, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allooh).”
Ketika beristinja’, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa ,“Ya Allooh, lindungilah kemaluanku, mudahkanlah urusanku.”
Dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم berkumur dan memasukkan air ke hidung, berdoa, “Alloohumma laqqini hujjati wa laa tuharrimni raihatal jannah (Ya Allooh, ajari padaku hujjahmu, dan jangan Engkau haramkan aku dari bau surga).”
Ketika membasuh wajahnya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Alloohumma bayyidh wajhii yauma tabyadhdhu wujuuh (Ya Allooh, putihkanlah wajahku pada hari wajah-wajah diputihkan).”
Ketika membasuh dua sikunya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, berikanlah padaku kitabku dengan tangan kananku.”
Ketika mengusap kepalanya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, selimutilah kami dengan kasih sayang-Mu dan jauhkanlah kami dari adzab-Mu.”
Ketika membasuh kedua kakinya, beliau صلى الله عليه وسلم berdoa, “Ya Allooh, kukuhkan kakiku pada hari kaki-kaki terpeleset.”
Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم berkata, “Demi yang mengutusku dengan kebenaran, wahai Anas, tidak ada seorang hamba yang berdoa dengannya ketika berwudhu maka tidak ada satu tetespun air yang terjatuh dari sela-sela jarinya, kecuali Allooh ciptakan darinya Malaikat yang bertasbih kepada Allooh tujuh puluh kali dimana pahalanya untuknya sampai dengan hari kiamat.”
Didalam periwayat Hadits ini, ada yang bernama ‘Ubadah bin Suhaib, dan orang tersebut adalahtertuduh sebagai Pemalsu Hadits. Imaam Al Bukhoory, Imaam An Nasaa’i رحمهم الله berkata bahwa orang tersebut ditinggalkan oleh para perawi Hadits. Dan Imaam An Nawaawy رحمه الله mengatakan bahwa Hadits tersebut adalah tidak ada asalnya, maka jelaslah bahwa itu adalah Hadits Palsu (Maudhuu’).
c) Hadits Palsu yang mengatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Ya Allooh, jadikanlah siwak (sikat gigi)-ku ini bagian daripada ridha-Mu terhadapku.”
d) Hadits Palsu yang mengatakan bahwa Sholat dengan ber-siwak itu lebih baik daripada 70 kali Sholat.
Hadits ini Palsu, karena kalau ada orang yang meyakini bahwa Sholat dengan bersiwak lalu Sholat-nya itu menjadi lebih baik daripada 70 kali Sholat, maka bisa saja ia memiliki pemahaman yang keliru bahwa Sholat saja sekali dengan bersiwak, maka itu cukup untuk menggantikan 70 kali sholat berikutnya, sehingga tidak sholat 70 kali pun tidak mengapa asal sudah sholat sekali dengan bersiwak. Ini adalah pemahaman yang sesat.
Jadi sebetulnya keyakinan terhadap Hadits Palsu tersebut mempunyai dampak negatif yang sangat besar, karena orang bisa menjadi salah dan keliru dalam memahaminya. Disatu sisi, mereka bisa menjadi berlebihan didalam memahami perkara bersiwak, dan disisi lain mereka bisa menganggap enteng perkara Sholat. Oleh karena itu Imaam Ibnu Ma’iin رحمه الله, beliau adalah seorang Ahli Hadiits yang mengkritisi Hadits-Hadits dan merupakan salah seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang sangat dihormati dikalangan para ‘Ulama Ahli Hadits, menyatakan bahwa, “Hadits yang mengatakan bahwa Sholat dengan bersiwak itu lebih baik dari 70 kali Sholat adalah Baathil.”
Padahal Hadits-Hadits yang Shohiih berkenaan dengan masalah Siwak adalah sebagai berikut:
Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 612, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ – وَفِى حَدِيثِ زُهَيْرٍ عَلَى أُمَّتِى – لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Artinya:
“Kalaulah sekiranya aku tidak (khawatir) memberatkan ummatku, niscaya kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali akan sholat.”
Dan Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 613, dari Shohabat Al Miqdam bin Syuraih, dari bapaknyaرضي الله عنهما, ia berkata,
سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ
Artinya:
“Aku bertanya kepada ‘Aa’isyah رضي الله عنها, “Perbuatan apa yang Nabi صلى الله عليه وسلم lakukan apabila hendak masuk rumahnya?”
Jawab ‘Aa’isyah رضي الله عنها, “Bersiwak.”
Juga Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 245 dan Imaam Muslim no: 616, dari Shohabat Hudzaifah رضي الله عنه. Beliau berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Artinya:
“Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila bangun (malam) hendak sholat tahajjud, beliau membersihkan mulutnya dengan siwak.”
7. Termasuk kekeliruan atau Bid’ah bila seseorang meyakini terhadap Hadits Palsu seperti, “Wudhu’ diatas Wudhu’ adalah Cahaya diatas Cahaya.”
Kata Imaam Al ‘Irooqi رحمه الله, salah seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah dari Madzab Syaafi’iy, beliau رحمه الله berkata, “Aku tidak pernah menemukan Hadits seperti itu.”
Al Imaam Al ‘Irooqi رحمه الله adalah termasuk ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang menulis Kitab berkenaan dengan ‘Ilmu Mushtalahul Hadiits, dan beliau adalah ‘Ulama Ahli Hadiits yang telah men-takhrij Kitab ‘Ihya ‘Uluumuddiin yang 4 jilid tersebut, dan Imaam Al ‘Irooqi رحمه الله mengatakan bahwa dari sekian persen Hadits-Hadits yang dipakai oleh Imaam Al Ghodzaali yang terbanyak adalah Hadits Dho’iif(Lemah) dan Hadits Maudhuu’(Palsu). Oleh karena itu, apabila kaum muslimin masih awam terhadap ‘Ilmu Hadits, hendaknya bila ia membaca Kitab ‘Ihya ‘Uluumuddiin maka carilah Kitab ‘Ihya ‘Uluumuddiinyang telah di-takhrij hadits-haditsnya (telah dikritisi oleh para ‘Ulama Ahlul Hadiits). Itu yang lebih selamat, agar ia tidak terjatuh dalam beramal dan berkeyakinan dengan apa-apa yang tergolong kedalam Hadits Lemah dan Hadits Palsu, karena keawamannya terhadap ‘Ilmu Hadits.
8. Hadits Palsu yang mengatakan, “Sela-selailah jari-jemarimu bila kalian ber-Wudhu’. Jika kalian lakukan hal itu, maka kalian tidak akan tersentuh api neraka kelak di hari Kiamat.”
Hadits tersebut, maknanya bisa kita terima, namun Riwayat Hadits tersebut adalah Palsu (Maudhuu’). Hadits tersebut sangat Waahin (sangat jatuh) dan tidak perlu didengar, karena tidak berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
9. Hadits Palsu yang mengatakan bahwa, “Barangsiapa yang membaca “Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr” (Surat Al Qadr) ketika selesai ber-Wudhu’, satu kali saja, maka orang tersebut akan dicatat sebagai orang yang benar seperti Abu Bakar As Siddiq . Barangsiapa yang membacanya dua kali, maka orang tersebut termasuk golongan orang yang mati syahid. Barangsiapa yang membacanya tiga kali, maka di hari Kiamat ia akan dibangkitkan termasuk kelompok para Nabi.”
Hadits Palsu tersebut dijelaskan oleh Imaam Ad Dailamy رحمه الله didalam Kitabnya yang membahas tentang Hadits-Hadits Lemah dan Palsu.
Ketahuilah, bahwa Hadits-Hadits yang dibahas oleh Imaam Ad Dailamy, Imaam Abu Asy Syaikh danImaam Ibnul Jauzy رحمهم الله adalah sangat rentan palsunya, karena ketiga ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah tersebut adalah ‘Ulama yang spesialisasinya adalah menjabarkan Hadits-Hadits Palsu (Maudhuu’) dan Lemah (Dho’iif). Seperti Imaam Ibnul Jauzi رحمه الله, beliau menulis 3 jilid Kitab, yang seluruh Hadits yang ada didalam Kitabnya itu adalah Palsu. Oleh karena itu berhati-hatilah, apabila ada suatu Hadits yang telah dibahas didalam Kitab-Kitab Imaam Ad Dailamy, Imaam Abu Asy Syaikh dan Imaam Ibnul Jauzy رحمهم الله.
Sebagaimana dikatakan oleh Al Imaam Jalaaluddin As Suyuuthi رحمهم الله, seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah dari Madzab Syaafi’iy, beliau رحمهم الله menjelaskan bahwa didalam sanadnya ada orang yang bernama Abu ‘Ubaidah dan orang tersebut adalah Majhuul (tidak diketahui atau tidak dikenal orang). Padahal setiap Perawi Hadiits itu dikenal oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, dan Kitab yang membahasnya adalah khusus, ‘ilmunya khusus, yakni disebut ‘Ilmur Rijaal Al Hadiits (‘Ilmu tentang Perawi Hadiits). Mereka yang mengaku sebagai Perawi Hadiits akan terdeteksi, siapa yang meriwayatkan kepada siapa, haditsnya apa saja, kapan diriwayatkannya, semua akan terdeteksi dan diketahui (bahkan lebih canggih dibandingkan komputer).
Semoga bermanfaat...
Sumber : http://khazanahislamku.blogspot.com/2013/03/kekeliruan-dalam-wudhu-mandi-wajib-dan.html