Simbol

Simbol
Tampilkan postingan dengan label Definisi & Tauhid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Definisi & Tauhid. Tampilkan semua postingan

Mengamalkan 7 Sunnah Nabi Muhammad Dalam Kehidupan Sehari-Hari


Bagaimana caranya dan apapun 7 sunnah rasullah yang selalu dilakukan serta kitabisa mempraktekkan merupakan perwujudan dari zikir ritual (shalat tahajud,membaca al-quran, shalat dhuha, berwudhu dan istiqfar) dan dua zikiramaliyah/social (memakmurkan masjid dan bersedekah). Tujuh sunnah Nabi sawtersebut di uraikan secara rinci dibawah ini:

1.Shalat tahajud

Semua rasul, Nabi, kekasih Allah (auliya”) dan para ulama salaf tidak meninggalkan shalat tahajud. Ini merupakan ciri orang saleh dan ikhlas. Dalam rangkai sahabat Ali Bin Thalib menyatakan bahwa, salah satu dari obatnya hati adalah shalat malam dan tahajud.

2.Membaca Al-Quran dengan Terjemahannya

Membaca (qira-ah) atau tadarus Al-Quran adalah membaca, memahami dan menghayati artinya serta dilanjutkan dengan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Agar kita senantiasa mengkaji dengan serius dan tanpa henti dala hidup. Alasannya adalah karena Al-Quran merupakan petunjuk dan sumber mata kehidupan.

3.Memakmurkan masjid/shalat subuh di mesjid

Masjid adalah sebuah tempat suci bagi orang-orang yang senantiasamensucikan dirinya secara lahir maupun batin. Masjid merupakan tempatuntuk menggembleng pengalaman-pengalaman ruhani/spiritual,mengokokohkan iman dan tauhid. 

Masjid juga sebagai tempat tinggal landasbagi mi’rajnya orang-orang beriman. Dalam artian ini, masjid sebagai tempat menginternalisasikan nilai-nilai Ilahiyah ke dalam dirinya sebagai modalutama dalam kehidupan, baik secara individu, dalam lingkup rumah tangga,masyarkat dan bangsa bahkan dalam lingkup dunia global.

4.Shalat dhuha

Shalat dhuha adalah ibadah sunnah yang senantiasa dilakukan Rasullah Saw. Setiap amal ibadah yang diperintahkan ataupun dianjurkan Allah dan Rasul-Nya pasti ada rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Memang kadangkemampuan akal kita tak dapat menjangkau/memahaminya. Tapi yang pastisemuanya itu adalah demi kemasalahatan dan kemanfaatan kita, manusia. 

Jika kita ingin mengetahui rahasia dan manfaatnya, maka lakukanlah shalatdhuha itu dengan penuh penghayatan dan kekhusu’an. Insya Allah nanti,Allah akan membukakan rahasia itu dan memberikan berlimpa rahmat,berkah dan karunia-Nya dalam kehidupan kita. Orang-orang salafush-shalehpernah bilang “

jika kalian menginginkan kebahagiaan di dunia dan akherat kelak, maka lakukan shalat dhuha

5.Bersedekah

Seorang sudah bisa disebut mukmin yang sebenarnya, jika sudahbersedekah. Carilah rizki dengan dibarengi sedekah. Demikian jugabertaubatlah dengan bersedekah, jika kita sakit juga hendaknya bersedekah.Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang menegaskan dan memerintahkanakan hal ini. bersedekah merupakan tolok ukur dan cirri dari orang-orangyang beriman, shaleh dan bertakwa.

6.Menjaga wudhu

Nabi saw, senantiasa dalam keadaan wudhu, baik dalam waktu dan keadaan apapun oleh karena itu, marilah kita teladani sunnah Nabi saw. Ini dalam kehidupan sehari-hari kita. Diusahakan kita agar senantiasa dalam keadaanwudhu. Jangan tinggalkan wudhu. Kalau batal, berwudhulah kembali kalaubatal, berwudhulah kembali tanpa putus dan tanpa keluh kesah. 

Hal itumerupakan kebutuhan kita sendiri dalam rangka untuk senantiasamendekatkan diri kepada Allah swt. Kalau kita selalu berwudhu insya Allahakan selamat dari ikatan dan kegenitan dunia dan terjaga dari hal-hal yangkotor (kotoran yang bersifat maupun ruhani). Selanjutnya kita terjaga darihal-hal yang tidak bermanfaat dan dari perbuatan-perbuatan dosa dantercela. Karena wudhu merupakan proses pembersihan badan kita secarasilmutan dilanjutkan dalam rangka untuk pembersihan fitrah dan hati atauruhani kita.

7.Istiqfar

Kita setiap saat dan dalam segala aktivitas apapun diperintahkan beristiqfar.Ketika kita mau tidur, mau makan dalam melakukan suatu pekerjaan, di jalan, di mobil dan di manapun hendaknya selalu dalam keadaan beristiqfar.Orang kalau kuat istiqfarnya, maka insting dan kecenderungan rahmatnya(berguna dan bisa membahagiakan orang lain atau bahkan makhluk lain)sangat kuat sekali. Ia pun juga menjadi penyanyang, penuh dengankeutamaan-utamaan, doanya mustajab dan firasatnya tajam (mampu berpikirpositif dan menerawang ke depan/berpikir visioner).

Orang kalau sudah melakukan “tujuh sunnah Rasullullah saw”. Ini, maka akanmuncul pada dirinya sifat-sifat terpuji. Bicaranya dakwa, diamnya zikir, nafasnyatasbih, matanya memancar cahaya rahmat. Kemudian dengan menegakkan TujuhSunnah Nabi saw, maka insya Allah kita akan menjadi hamba Allah yang saleh. Yaitu yang memiliki cirri-ciri : pertama, dia cinta pada Allah dan sangat taat pada-Nya. Yang kedua, biasanya sayang kepada sesame manusia. 

Selalu berbuat baik dan kesenangannya adalah berbuat baik. Yang ketiga dia asyik memperbaiki dirinya secara terus-menerus tanpa hentinya dalam hidupnya.


Semoga bermanfaat....

7 Wasiat Nabi Besar Rasulullah SAW Untuk Umatnya


Allah telah mengirimkan utusan-Nya yaitu Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai suri teladan untuk seluruh umat manusia. Seorang insan yang telah memberikan contoh berperikehidupan mulia bagi seluruh alam. 

Nabi besar Muhammad Saw, melalui ribuan hadistnya sudah mengabadikan wasiat tentang nilai-nilai kebajikan sebagai pedoman hidup bagi umatnya serta untuk seluruh manusia. Dan salah satunya yaitu wasiat yang Rasulullah sampaikan kepada salah seorangs ahabatnya yaitu Abu Dzar Al Ghifari RA. Dari Abu Dzar RA., ia berkata :

“Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal:
  1. Supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka.
  2. Beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku.
  3. Beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahimku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku.
  4. Aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah).
  5. Aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit.
  6. Beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan
  7. Beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia.
Hadits ini diriwayatkan oleh imam-imam ahli hadits, diantaranya adalah Imam Ahmad, Imam Ath Thabrani, Imam Ibnu Hibban, Imam Abu Nu’aim, dan Imam Al Baihaqi. 



Ditulis oleh KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)

Sumber :

http://www.aktual.com/7-wasiat-rasulullah-untuk-umatnya/

4 Golongan Wanita Yang Berada di Surga Menurut Sabda Rasullullah SAW

MUSLIMAH


“Empat golongan wanita yang berada di surga ialah:


  1. Perempuan yang menjaga dirinya dari berbuat haram lagi berbakti kepada Allah dan suaminya.
  2. Perempuan yang banyak keturunannya lagi penyabar serta menerima dengan senang hati keadaan serba kurang (dalam kehidupannya) bersama suaminya.
  3. Perempuan yang bersifat pemalu dan jika suaminya datang maka ia mengekang mulutnya dari perkataan yang tidak layak kepadanya.
  4. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan mempunyai anak-anak yang masih kecil, lalu ia mengekang dininya hanya untuk mengurus anak-anaknya dan mendidik mereka serta memperlakukannya dengan baik kepada mereka dan tidak bersedia menikah karena kuatir putera puterinya akan tersia-sia. (Kalau ada jaminan putera-puterinya tidak akan disia-siakan barulah ia mau nenikah).

Alhamdulillah...Ukhti. Semoga kita menjadi pengejar 4 golongan ini dan diberi kekuatan untuk bersabar serta terus beristiqamah di jalan-Nya. Aammiiin YRA.

Semoga bermanfaat...

4 Golongan Wanita Yang Berada di Dalam Neraka Menurut Wasiat Nabi




Dan empat golongan wanita yang berada dalam Neraka menurut wasiat Nabi ialah:

  1. Wanita yang jelek (kotor) mulutnya terhadap suaminya. Jika suaminya pergi, ia tidak menjaga dirinya dan jika suaminya datang ia memakinya (memarahinya).
  2. Wanita yang memaksa suaminya untuk memberi apa yang dia tidak mampu.
  3. Wanita yang tidak menutupi dinnya dari kaum laki-laki dan keluar rumah dengan menampakkan perhiasannya dan memperlihatkan kecantikannya (untuk menanik kaum laki-laki).
  4. Wanita yang tidak mempunyai tujuan hidup kecuali makan, minurn dan tidur dan ia tidak sanggup berbakti kepada Allah dan tidak sanggup berbakti kepada Rasul-Nya dan tidak sanggup berbakti kepada suaminya.”


Naudzubillah ukhti....
Semoga kita dijauhkan dari 4 golongan tersebut dan diberi kekuatan untuk terus bermuhasabah dan ber-istiqamah di jalan-Nya,,,

Aammmiin YRA.
Sekian Artikelnya, semoga bermanfaat...

10 Wasiat Rasullullah, Nabi Muhammad‬ Kepada Fatimah

‪#‎10 Wasiat Rasullullah‬ kepada putrinya Fatimah binti Rasullullah. 
merupakan mutiara yang termahal bila kemudian dimiliki oleh setiap istri sholehah...


Mari di simak dengan penuh kerendahan hati...


1. Ya Fatimah, kepada wanita yang membuat tepung utk suami dan anak 2nya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum,melebur kejelekan, dan meningkatkan derajat wanita itu.

2. Ya Fatimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak2nya, niscaya Allah menjadikan dirinya dgn neraka tujuh tabir pemisah

3. Ya Fatimah, tiadala seorsng yang meminyaki rambut anak2nya lalu menyisirnyadan mencuci pakainny, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.

4. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahankannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.

5. Ya Fatimah, yang utama dari seluruh keutamaan diatas adalah keridhoan suami terhadap istri. Andaikan suami tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.

6. Ya Fatimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika waanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa2nya seperti dia dilahirkan dr kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Di dalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman surga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan sribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.

7. Ya Fatimahan, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dgn rasa senang dan ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa2nya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.

8. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang tersenyum dihadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

9. Ya Fatimah, tiadlah wanita yang membentangkan alas tidur buat suaminya dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan ALlah mengampuni dosa2nya yang telah lalu dan yang akan datang.

10. Ya Fatimah, tidalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari ah sakaratul sungai2 surga. Allah mempermudah sakaratul maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman surga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal mustaqim dengan selamat.

Begitu indah jadi wanita yg dengan kelembutan dan kasihny dapat merubah dunia. Maka jadilah wanita sholehah,

Semoga yang ikut membaca bisa melaksanakan dan diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk terus ber-Istiqamah kepada suami... Aaammiin YRA


Semoga bermanfaat...

Apakah Syahadat Wajib Ada Seorang Saksi? Ini Penjelasannya!



Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,


Semua Orang pada Dasarnya Sudah Muslim

Setiap orang yang lahir di muka bumi ini pada dasarnya adalah muslim, sehingga tidak perlu melakukan syahadat ulang. Dalam aqidah Islam, tidak ada orang yang lahir dalam keadaan kafir. Sebab jauh sebelum bayi itu lahir, Allah SWT telah meminta mereka untuk berikrar tentang masalah tauhid, yaitu mengakui bahwa Allah SWT adalah tuhannya.

Di dalam Al-Quran Al-Kariem, hal ini ditegaskan sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa bayi lahir itu dalam keadaan kafir.

Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul, kami menjadi saksi. agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini.

Selain itu, Rasulullah SAW juga telah bersabda bahwa setiap manusia itu lahir dalam keadaan fitrah. Dan makna fitrah itu adalah suci, lawan dari kufur dan ingkar kepada Allah SWT. Barulah nanti kedua orang tuanya yang akan mewarnai anak itu dan menjadikannya beragama selain Islam. Misalnya menjadi Nasrani, Yahudi atau Majusi.

Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.

Maka anak-anak yang beragama non Islam itu pada dasarnya adalah anak korban pemurtadan dari orang tuanya. Sebab pada dasranya anak itu muslim sejak dari perut ibunya. Dan lahir dalam keadaan fitrah yang berarti muslim.

Sedangkan bila orang tuanya muslim, maka tidak ada proses pengkafiran. Dan karena itu tidak ada kewajiban untuk masuk Islam dengan berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat.

Orang Masuk Islam

Seorang yang lahir dalam keadaan bukan muslim, ketika sadar dan ingin masuk Islam, maka cukuplah baginya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada dirinya sendiri. Di dalam hatinya itu dia mengingkarkan bahwa dirinya menyatakan tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Juga mengikrarkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul-Nya.

Adapun syahadat itu harus disaksikan oleh orang lain, sama sekali bukan merupakan syarat sahnya syahadat itu sendiri. Meski banyak para shahabat Nabi SAW ketika masuk Islam yang datang menemui beliau, bukan berarti syarat masuk Islam itu harus berikrar di muka orang lain.

Tindakan mereka sekedar menegaskan secara formal bahwa dirinya sudah masuk Islam, serta menyatakan ikrar untuk membela dan memperjuangkan agama Allah SWT.

Banyak di antara shahabat yang ketika masuk Islam pertama kali tidak di hadapan beliau SAW. Ikrar atas syahadat maknanya adalah mengumumkan kepada khalayak bahwa dirinya kini telah berganti agama dari non muslim menjadi muslim. Ikrar ini berfungsi untuk merubah pandangan umum sehingga mereka bisa memperlakukannya sebagai muslim.

Namun dalam kondisi tertentu, pengumuman atas ke-Islaman diri itu tidak mutlak harus dilakukan. Misalnya seperti yang dahulu dialami oleh Rasulullah SAW dan para shahabat di masa awal dakwah, banyak di antara mereka yang merahasiakan ke-Islamannya. Namun syahadat mereka tetap syah dan mereka resmi dianggap sebagai muslim.

Di hari ini pun bila ada seserorang yang karena pertimbangan tertentu ingin merahasiakan ke-Islamannya, maka dia sudah syah menjadi muslim dengan bersyahadat tanpa disaksikan siapapun. Dan sejak itu dia terhitung mulai menjadi muslim yang punya kewajiban shalat, puasa, zakat dan lain-lain.

Syahadatain itu tidak mensyaratkan harus dilakukan di depan imam, tokoh, kiayi atau ulama. Tanpa adanya kesaksian mereka pun syahadat itu sudah syah dan dia sudah menjadi muslim dengan sendirinya.

Untuk Menjadi Orang Beriman Tidak Perlu Minta Izin
Untuk menjadi hamba Allah SWT dan beriman kepada Rasulullah SAW, tidak perlu minta izin kepada makhluq Allah. Sebab beriman itu adalah hak sekaligus kewajiban seorang makhluq.

Urusan mau beriman kok harus minta izin segala? Yang terkenal suka bikin peraturan bagi orang yang mau beriman agar minta izin terlebih dahulu adalah Firaun. Firaun akan mempertanyakan mengapa orang-orang jadi beriman tanpa minta izin dahulu kepadanya. Seolah-olah dia merasa punya hak untuk meregistrasi orang-orang mau masuk jadi kelompok mukminin. Padahal untuk urusan seperti ini, Allah SWT tidak pernah ‘buka cabang’ atau ‘outlet. Juga tidak pernah membuka ‘agen yang menjual tiket’ untuk masuk Islam.

Fir’aun berkata: Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui

Syahadat Bukan Akad Nikah

Syahadat itu tidaklah harus disaksikan sebagaimana sebuah akad nikah yang menjadi tidak syah apabila tidak ada saksinya . Bila seorang telah meyakini Islam sebagai agamanya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, secara otomatis dia adalah seorang muslim.

Dan di atas pundaknya telah berlaku beban sebagaimana seorang muslim lainnya. Tidak perlu baginya untuk mencari orang lain atau mengadakan sebuah seremoni masuk Islam dengan menghadirkan para saksi melihat dia mengucapkan dua kalimat syahahat.

Jadi bila di tengah hutan belantara yang tidak ada manusianya, seseorang yang tadinya nasrani, majusi atau yahudi dan bahkan dari kepercayaan dan religi manapun bisa saja masuk Islam begitu saja.

Kalau dia masuk ke tengah peradaban masyarakat maka cukuplah dia mengaku sebagai muslim, shalat di masjid dan melakukan semua kewajiban sebagai muslim. Dia tidak perlu melakukan syahadat ulang di hadapan para saksi. Tidak perlu menandatangani surat bermaterai untuk menyatakan diri sebagai muslim.

Bagaimana kalau dia murtad dan keluar dari Islam?

Dalam hukum Islam, seorang muslim yang jelas melakukan perbuatan yang mengantarkannya kepada kemurtadan harus diperiksa dan dimintai keterangan secara syah oleh mahkamah syariah . Bila ternyata dia benar-benar secara sadar menyatakan diri keluar dari Islam, maka dia diminta untuk bertobat dan kembali ke dalam ajaran Islam. Tapi bila tetap bersikeras untuk keluar dari ISlam, maka hukumannya adalah dibunuh. Untuk masuk Islam seseroang bisa dengan mudah melakukannya, tapi untuk bisa dianggap keluar dari Islam, perlu ada ‘persaksian’ di dalam sebuah mahkamah syariah.


TAMBAHAN MENGENAI SYAHADAT

1. Anak Kecil Belum Baligh Adalah Sudah Muslim

Setiap anak lahir ke dunia dan belum baligh adalah sudah dalam keadaan mu’min dan muslim berdasar ayat Al Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. Jika mati sebelum baligh maka dimasukkan ke surga dan menjadi Wildan Mukholladuun yaitu anak-anak yang dikekalkan yang menjadi pelayan ahli surga. Jika anak kecil yang tidak mengerti apa-apa lalu mati kemudian dimasukkan ke neraka sungguh tidak adil ALLAH SWT.

ALLAH berfirman : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah ALLAH ciptakan manusia atas fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” 
(Surat Ar Rum ayat 30)

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ ( وَفِيْ رِوَايَةٍ عَلَى هذِهِ اْلِملَّةِ ) فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ 
Nabi SAW bersabda : “Setiap anak yang dilahirkan itu dilahirkan atas fitrahnya (dalam riwayat lain: atas agama ini) lalu kedua orangtuanya meyahudikannya dan menashronikannya dan memajusikannya” (HR. Bukhori dan Muslim)

Fitrah itu artinya beragama Islam, karena jika bukan Islam maka hadits diatas akan menyebutkan “kedua orang tuanya mengislamkannya”. 

ALLAH berfirman : 
إِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءً
“Sesungguhnya AKU ciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus ….’ (HR. Muslim)

Seseorang telah berkata : Wahai Rosulullah, bukankah mereka itu anak-anak orang musyrik? Nabi SAW menjawab : Sesungguhnya pilihan kalian terhadap anak-anak musyrik, ingatlah :

إِنَّهَا لَيْسَتْ نَسَمَةٌ تُوْلَدُ إِلاَّ وُلِدَتْ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَمَا تَزَالُ عَلَيْهَا حَتَّى يُبَيِّنَ عَنْهَا لِسَاُنهَا فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أَوْ يُنَصِّرَانِهَا 

Sesungguhnya bukanlah mereka itu adalah orang-orang yang dilahirkan kecuali dilahirkan atas fitrah (kesucian), maka senantiasa mereka di atas kesucian sehingga lidah mereka memperjelas mereka lalu kedua orang tuanya meyahudikannya atau menashronikannya. (HR. Ibnu Jarir)


2. Menuduh Kafir/Syirik/Murtad/Syahadat Bermasalah

Sebuah tuduhan keji dan tidak pantas dilakukan sesama muslim jika menyatakan jika tidak bersyahadat ulang di depan saksi maka syahadatnya bermasalah atau kafir atau murtad. 

Hadis riwayat Abu Zar ra.: "Barang siapa yang memanggil seseorang dengan kata kafir atau mengatakan musuh Allah, padahal sebenarnya tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali pada dirinya." (HR. Muslim hadits ke 93)


3. Syahadat Tidak Pakai Saksi

Banyak sahabat-sahabat Nabi SAW yang bersyahadat tapi tidak di depan saksi. Saksi mereka cukup ALLAH SWT saja. Beriman tidak perlu minta izin ke makhluk. Beriman itu bukan akad nikah. Hanya Fir’aun yang mewajibkan minta izin jika ingin beriman seperti disebutkan dalam Al Qur’an kisah para penyihir Fir’aun yang beriman kepada ALLAH dan Nabi Musa. Abu Tholib pamannya Nabi SAW pun tidak dikafirkan oleh Nabi SAW, padahal pamannya tidak bersyahadat di depan Nabi sebelum meninggalnya.


4. Memperbaharui Iman Bukan Dengan Ikrar Syahadat Ulang

جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لَااِلَـــهَ اِلَّا اللهُ
Nabi SAW bersabda : “Perbaharuilah iman kalian yaitu perbanyaklah mengucapkan Laa IlaaHa illallaaH tiada tuhan selain ALLAH” (HR. Ahmad)

- Jika memperbaharui iman harus di depan saksi pasti Nabi SAW sebutkan dalam haditsnya
- Jika memperbaharui iman harus bersyahadat khusus bukan yang di dalam solat pasti Nabi SAW akan sebutkan di hadtisnya
- Jika memperbaharui iman harus di depan saksi maka setiap kita mengucapkan Laa IlaaHa illaallaH harus di depan orang dan didengar orang, sungguh menyusahkan



KESIMPULAN

- Orang mu’min dari kecil maka tidak wajib membaca kalimat Syahadat, cukup memperbaharuinya syahadatnya di dalam solat maupun di luar solat dengan kalimat tahlil dan tanpa saksi
- Anak ornag musyrik masih dianggap mu’min hingga dia baligh dan hingga dirinya atau orang tuanya yang mengkafirkannya
- Mewajibkan mengulangi membaca syahadat dan harus di depan saksi dan jika tidak seperti itu maka syahadatnya dianggap bermasalah maka ajaran ini adalah salah dan merupakan bid’ah atau ajaran baru yang tidak dikenal di zaman Nabi, sahabat maupun ulama salaf.

Jenis Orang Yang Paling Merugi Menurut Islam


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا, الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: `Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang – orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. al-Kahfi: 103-104).”
Saudaraku,
Suatu ketika Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh Mush’ab, puteranya tentang makna ayat ini, “Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang paling merugi amalannya itu? Apakah mereka itu kaum Haruri (orang-orang fasiq)?”
Sa’ad menjawab, “Tidak, mereka tak lain adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (HR. Bukhari).
Ibnu Katsir menambahkan, meski ayat ini turun kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, tapi ia mencakup siapa saja yang beribadah kepada Allah namun tidak sesuai dengan tuntunan Nabi s.a.w.
Ayat ini tergolong Makkiyah sehingga secara akar sejarah kaum Muslimin ketika itu belum berinteraksi secara langsung dengan kaum Yahudi dan Nasrani ataupun Khawarij. Oleh karenanya, pengkhususan suatu kaum bukanlah penghalang bagi kaum yang lain untuk masuk ke dalam kelompok tersebut.
Setiap kita tentu berharap hasil dari apa yang telah kita usahakan. Sekecil dan sesederhana apapun pekerjaan itu. Bahkan ketika kita melabeli perbuatan tersebut dengan “iseng” tapi sejujurnya tetap saja kita menyelipkan harapan di sana. Minimal kita merasa senang dan terhibur karenanya.
Inilah petaka besar yang akan menimpa kita, jika kita menjadi korban tipuan diri kita sendiri. Menganggap telah menunaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, namun rupanya hal itu sama sekali tak bernilai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Imam al-Qurthubi berkata, “Meski ayat di atas ternarasikan dalam bentuk pertanyaan, namun sejatinya Allah tak membutuhkan jawaban dari pertanyaan itu, sebab uslub tersebut berfungsi untuk “mengejek” orang-orang kafir.
Saudaraku,
Yahya bin Mu’adz rahimahullah pernah bertutur, “Aku heran dengan tipe tiga orang:
  • Seseorang beramal, tujuannya ingin disaksikan oleh manusia dan ia mengabaikan amalan untuk disaksikan oleh-Nya semata.
  • Seseorang bakhil terhadap hartanya. Rabb-nya meminta pinjaman yang baik kepadanya (berinfaq di jalan-Nya) tetapi ia enggan melakukannya.
  • Seseorang yang mengejar tempat dan merapat kepada sesama manusia dan mencintai mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajaknya untuk selalu bersama-Nya dan mencintai-Nya.
Saudaraku,
Sekiranya Yahya bin Muadz rahimahullah hidup di masa sekarang dan hidup di tengah-tengah kita, beliau akan lebih heran lagi melihat perilaku kita.
Karena sering kita beramal, tapi bertumpu pada penglihatan dan pendengaran manusia. Mengharap pujian dan sanjungan dari mereka. Mendamba wajah selain wajah-Nya. Tampilan luar begitu indah mempesona, tapi bathinnya rapuh dan keropos.
Itulah yang disebut oleh salafus shalih sebagai khusyu’nya orang munafiq, di mana zahirnya tampak khusyu’ dalam ibadah, tapi bathinnya mengembara ke dunia lain.
Bahkan Ahmad Farid melabeli orang yang menampakkan kebaikan melebihi apa yang ada dalam bathinnya, ia telah terjatuh pada perilaku hipokrit.
Senada dengan itu Umar bin Abdul Aziz pernah diingatkan oleh salah seorang penasihat ruhaninya, “Jangan engkau menjadi wali Allah keramaian manusia, tapi menjadi wali setan dalam kesunyian. Siapa yang berbeda antara keshalihan zhahir dengan kebaikan bathin, maka sungguh itu merupakan sikap hipokrit.”
Saudaraku,
Di lain waktu, kita berat memberikan pinjaman kepada orang lain yang membutuhkan uluran tangan kita. Padahal kita yakin, harta kita akan kembali kepada kita dengan cepat atau lambat. Apatah lagi memberikan pinjaman kepada Allah s.w.t, yang Dia akan mengembalikannya nun jauh di sana dengan bunga tujuh ratus kali lipat dan bahkan lebih dari itu.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu apabila ada sahabat lain yang ingin menyertai beliau dalam perjalanan, maka beliau mensyaratkan semua keperluan dan bekalnya beliau yang menanggungnya.
Salafus shalih, ketika ada salah seorang pelayannya yang meninggal dunia, maka orang lain mengirimkan pelayan lain untuk orang shalih tersebut, sebagai bukti kuatnya persaudaraan iman di antara mereka.
Ketika seorang peminta-minta (baca; pengemis) datang ke rumahnya, maka Hasan al-Basri berseri-seri wajahnya seraya berkata, “Marhaban (selamat datang) kepada orang yang akan mengantarkan bekal kami ke akherat tanpa dipungut biaya pengiriman sedikit pun. Dan mengurangi beban kami yang sering memberatkan kami untuk beribadah kepada Rabb kami.”
Sufyan al-Tsauri berkata kepada orang yang datang meminta-minta kepadanya, “Selamat datang kepada orang yang datang untuk membersihkan dosa-dosaku.”
Saudaraku,
Kita pun tidak menyangkal, bahwa berdekatan dengan manusia yang kita cintai jauh lebih kita sukai daripada berdekatan dengan-Nya. Padahal kedekatan kita dengan manusia, jika bukan orang-orang yang mencintai kehidupan akherat, akan membawa kita jauh dari-Nya.
Imam Syafi’i rahimahullah pernah bertutur, “Jika tidak berdekatan dengan saudara-saudara yang shalih di dunia ini, dan tahajud di waktu sahur, tentulah aku enggan melanjutkan perjalanan hidup di dunia fana ini.”
Salah seorang salafus shalih pernah mewanti-wanti kita agar tidak berdekatan dengan orang yang berkarakter al-ahmaq (kerdil), al-kadzab (pendusta) dan al-fajir (gemar melakukan dosa dan pelanggaran agama). Al-ahmaq tak akan menularkan kebaikan kepadamu, tidak juga menghindarkan keburukan darimu. Diamnya lebih baik dari perkataannya dan berjauhan darinya lebih baik daripada berdekatan dengannya.
Sedangkan al-kadzab, tak akan menghadirkan kedamaian dalam hidupmu. Menyebarkan keburukanmu kepada orang lain. Menyulut permusuhan dan pertikaian antara dirimu dengan yang lain.
Sedangkan al-fajir, selalu berupaya memperindah tampilan luarnya di hadapanmu, tapi tak pernah membantumu mengamalkan ajaran agamamu.”
Saudaraku,
Mudah-mudahan kita tidak termasuk dalam golongan tiga tipe manusia yang dipaparkan oleh syekh Yahya bin Muadz ini. Amien wallahu a’lam bishawab


Sumber :

http://www.hasanalbanna.com/3-tipe-manusia-yang-terperdaya-diri-sendiri/?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+hasanalbanna+%28hasanalbanna.com%29

Definisi Iman Kepada Allah SWT


Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal: Mengimani adanya Allah. Mengimani rububiyah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. 

Mengimani uluhiyah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala. Mengimani semua nama dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya


Jadi Iman kepada Allah Ta'ala maksudnya meyakini dengan pasti tentang eksistensi Allah, rububiyah, uluhiyah, nama-nama dan sifat-Nya.Serta menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya.Penjelasanya adalah sebagai berikut:




Pertama: Mengimani akan eksistensi-Nya (keberadaan-Nya).


Eksistensi (keberadaan) Allah Ta'ala ini dapat dibuktikan dengan dalil fitrah, akal, apalagi dalil syar'inya yang banyak sekali.

Dalil Fitrah. Setiap manusia secara fitrah telah mengimani keberadaan penciptanya, tanpa didahului proses berpikir atau belajar. Dan tidak berpaling dari kenyataan ini kecuali orang yang di dalam hatinya ada  penyakit. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani atau majusi."  (HR; Bukhari, no: 1358 dan Muslim, no: 2658).

Dalil Akal. Setiap manusia baik yang sudah ada maupun yang akan ada, pastilah ada pencipta yang menciptakannya. Karena tidak mungkin sesuatu itu mengadakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula ia ada secara tiba-tiba (spontan). Mereka tidak diciptakan tanpa ada asalnya, dan mereka tidak menciptakan dirinya sendiri. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :

﴿أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ﴾

"Apakah mereka ini diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)."  (Q.S; Ath Thur : 35).

Yakni, mereka tidak diciptakan tanpa pencipta. Tidak pula mereka menciptakan diri sendiri. Maka dari itu tertetapkan bahwa pencipta mereka adalah Allah.

Oleh karena itu pada saat Jubair bin Muth'im mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam membaca surat Ath-Thur hingga ayat 37, ia berkata (waktu itu ia masih dalam keadaan kafir, "Seolah-olah hatiku terbang (meninggalkan jasad), dan itulah asal mula menetapnya iman di hati ini. HR. Bukhari.

Kita ambilkan contoh untuk memperjelas persoalan ini.

Jika ada seseorang yang bercerita kepadamu mengenai istana yang megah, yang dikelilingi oleh kebun-kebun indah dan mengalir di bawahnya sungai-sungai. Ruangannya dipenuhi oleh dipan dan permadani serta diperindah dengan segala warna penyempurna. Lalu ia berkata, "Istana ini dan segala isinya adalah ada dengan sendirinya, atau ada dengan spontan tanpa ada yang menciptakannya. Maka serta merta anda mengingkarinya dan mendustakan ucapannya.

Jika demikian, bagaimana mungkin alam semesta yang luas, yang meliputi bumi, langit, bintang-bintang dan ciptaan yang agung, sarat dengan keteraturan, ia ada dengan sendirinya atau terjadi secara tiba-tiba tanpa ada pencipta-Nya?

Dalil akal ini dapat dipahami oleh orang Arab badui yang hidupnya di pedalaman, ia ungkapkan dengan bahasanya yang sederhana saat ia ditanya, "Dengan apa engkau mengenal Tuhanmu?."

Ia menjawab, "Adanya kotoran yang menandakan adanya unta, dengan bekas tapak kaki yang menunjukan adanya kafilah yang telah mengadakan perjalanan, langit yang menjulang tinggi, bumi yang terhampar luas, lautan yang berombak. Bukankah itu semua menjadi bukti adanya Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat?.

Kedua; mengimani rububiyah Allah Ta'ala.

Maksudnya meyakini bahwa hanya Allah Ta'ala saja sebagai Rabb, tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang membantu-Nya (tauhid rububiyah).

Rabb artinya: Pencipta, Raja, dan Pengatur (pemelihara). Tiada pencipta, raja dan pengatur urusan makhluk selain Allah. Allah Ta'ala berfirman:

﴿أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ﴾

"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah." (Q.S; Al A’raf : 54).

Juga firman-Nya,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (31)

"Katakanlah, "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?." (QS. Yunus: 31).

"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS. As-Sajdah: 5).

"Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." (QS. Fathir: 13).

Renungkanlah, terdapat dalam surat al Fatihah ayat yang ke-empat, "Maaliki yaumid din" (Yang menguasai hari pembalasan), dan tertera dalam qira'at mutawatir (Maliki yaumid din", kata "Malik" dibaca dengan pendek.

Apabila kita padukan antara "Maaliki dengan Maliki", keduanya mengandung makna yang mengadakan. "Malik", lebih dalam maknanya daripada "Maalik" dalam kekuasaan dan kerajaan-Nya. Karena raja (di dunia) terkadang hanya "label" saja tanpa ada kekuasaan untuk berbuat yang dia kehendaki. Artinya dia tak memiliki kekuatan apapun untuk mengatur urusan apapun. Maka pada saat itu ia menjadi raja, tetapi bukanlah raja yang sesungguhnya. Maka jika Allah adalah "Maalik" dan "Malik", maka sempurnalah Dia sebagai Penguasa, dan Pengatur urusan (makhluk-Nya).

Ketiga; mengimani uluhiyah Allah.

Maksudnya Dia adalah sesembahan yang haq, tiada sekutu bagi-Nya.

Ilah artinya; Dzat yang pantas disembah dengan penuh kecintaan dan pengagungan. Allah Ta'ala berfirman :

﴿وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَ إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ﴾

"Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa, dan tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkani Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (Q.S; Al Baqarah :163).

"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran: 18).

Setiap tuhan yang disembah selain Allah, maka penyembahannya adalah bathil. Allah berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ (62)

"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al Hajj: 62).

Sesembahan selain Allah disebut dengan 'alihah' tidak memberikan hak kepadanya untuk diibadahi. Allah berfirman terkait dengan "Latta" dan "Uzza" (yang disembah oleh masyarakat Quraisy), "Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka." (QS. An Najm: 23).

Allah Ta'ala mengisahkan Nabi Yusuf alaihis salam yang sewaktu di penjara berkata kepada temannya, "Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf: 40).

Tiada sesuatupun yang berhak untuk diesakan dan disembah selain Allah. Dan tak satupun yang bersekutu dengan Allah dalam kepantasan mendapatkan hak untuk diibadahi. Baik itu malaikat yang dekat dengan Allah, tidak pula Nabi yang diutus. Untuk itu dakwah para Rasul dari yang pertama sampai yang terakhir, seluruhnya mengajak umatnya untuk merealisasikan 'laa ilaaha illallah'.

Allah Ta'ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ (25)

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (QS. Al Anbiya': 25).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (36)

"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS. An Nahl: 36).

Akan tetapi orang-orang musyrik enggan dan menolak ajakan dan dakwah ini, bahkan mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah. Mereka menyembah sekutu-sekutu Allah tersebut, mereka minta pertolongan dan bantuan kepadanya.

Keempat; Mengimani Nama-Nama dan Sifat Allah.

Maksudnya; Menetapkan nama-nama Allah Ta'ala dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang telah ditetapkan Allah   untuk-Nya dalam kitab-Nya, atau melalui lisan Nabi-Nya  dalam hadits-haditsnya, dengan tanpa mengubah makna, meniadakan, menanyakan bagaimana hakikatnya dan menyerupakannya. Allah Ta'ala berfirman :

﴿وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا﴾

"Hanya milik Allah asma'ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma'ul husna itu." (QS; Al A'raf : 180).

Ini merupakan dalil yang menunjukan adanya nama-nama bagi Allah.

Sedangkan firman-Nya,

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (27)

"Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ar Rum: 27).

Ayat ini menunjukan sifat-sifat Allah Ta'ala yang Maha Sempurna. Hal yang demikian itu karena "al matsalul a'la" adalah sifat yang sempurna.

Kedua ayat di atas, secara umum menunjukan nama-nama dan sifat-sifat Allah, sedangkan secara rinci, tersebut dalam banyak ayat dan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Nama-nama dan sifat Allah merupakan bagian dari salah satu pintu ilmu. Maksudnya, bab nama-nama dan sifat Allah merupakan perkara yang paling banyak diperselisihkan oleh umat Islam, di mana umat ini berbeda pendapat dalam masalah ini dengan perbedaan yang cukup luas.

Dan sikap kita terhadap perbedaan ini adalah kembali kepada perintah Allah Ta'ala, yakni merujuk kepada al Qur'an dan Sunnah, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa': 59).

Berdasarkan ayat di atas, bahwa setiap perselisihan dan perbedaan pendapat kita kembalikan kepada Allah (al Qur'an) dan kepada Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dengan berpedoman pada pemahaman salafus shalih, dari para sahabat dan tabi'in terkait dengan ayat-ayat di atas (nama-nama dan sifat Allah). Karena mereka adalah generasi umat ini yang paling mengetahui maksud kalam Allah dan sabda Nabi mereka.

Benarlah apa yang pernah dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud radhiallahu anhu menggambarkan tentang para sahabat, "Jika kalian ingin mengikuti Sunnah, maka ikutilah Sunnah orang yang telah wafat. Karena yang masih hidup belum aman dari sapaan fitnah, mereka itulah para sahabat Muhammad, yang paling bersih hatinya, dalam ilmunya, paling sedikit kelemahannya. Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya, menyertai Nabi-Nya. Oleh karena itu, kenalilah hak-hak mereka, berpegang teguhlah dengan petunjuk mereka. Karena mereka senantiasa berada dalam petunjuk dan jalan yang lurus."

Barangsiapa yang menyelisihi manhaj salaf dalam masalah asma dan sifat Allah, maka ia telah keliru dan tersesat jalannya serta telah mengikuti jalan yang tidak dilalui oleh orang-orang mukmin dan ia berhak mendapatkan ancaman Allah Ta'ala:

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An Nisa: 115).

Dalam ayat yang lain, Allah mensyaratkan petunjuk-Nya bagi orag-orang yang beriman seperti imannya para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah: 137).

Siapa yang menentang dan menjauhi manhaj salaf, maka berarti ia telah menjauhi hidayah Allah untuknya sebatas ia menjauhi manhaj salaf dalam bab nama-nama dan sifat Allah ini.

Untuk itu, wajib bagi kita dalam bab asma' dan sifat Allah; menetapkan bagi Allah nama-nama dan sifat yang telah ditetapkan untuk Diri-Nya atau yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya, dan memahami nash Kitab dan Sunnah (dalam masalah ini) secara tekstual, mengimaninya seperti yang diimani oleh para sahabat Nabi, mereka adalah umat yang terbaik dan paling memahami ilmunya.

Yang perlu kita waspadai adalah, ada empat larangan yang apabila kita terjatuh pada salah satunya, maka tidak akan terwujud makna iman kepada nama-nama dan sifat Allah.  Yakni; merubah nakna, mengingkarinya, menyerupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya dan menanyakan bagaimana hakikatnya.

1.      At Tahrif (merubah maknanya).

Maksudnya merubah makna nash dari al Qur'an dan Sunnah dari makna yang sebenarnya (nama-nama dan sifat Allah) kepada makna lain, yang tidak Allah dan Rasul-Nya kehendaki.

Misalnya, merubah makna "Tangan" dalam banyak nash, dan artinya dirubah menjadi "nikmat" dan "kekuatan".

2.      At Ta'thil (meniadakan atau mengingkari).

Maksudnya meniadakan nama-nama dan sifat Allah seluruhnya atau mengingkari sebagiannya.

Setiap orang yang menafikan nama-nama dan sifat Allah yang tersebut dalamal Qur'an dan Sunnah, maka berarti ia tidak mengimani nama-nama dan sifat Allah secara benar.

3.      At Tamtsil (menyerupakan).

Maksudnya menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Seperti memaknai tangan Allah seperti tangan makhluk-Nya. Atau Allah mendengar seperti cara mendengarnya makhluk. Atau Allah bersemayam di atas Arsy seperti bersemayamnya makhluk di atas kursi dan seterusnya.

Tidak diragukan lagi, bahwa menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya adalah munkar dan bathil. Allah Ta'ala berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (11)

 "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."  (QS; Asy Syura : 11).

4.      At Takyif (menanyakan bagaiman hakikatnya).

Yakni menetapkan bagaimana sifat-sifat Allah dan hakikatnya, di mana seseorang berusaha dengan hati dan lisannya menggambarkan seperti apa sifat Allah dan hakikatnya.

Ini merupakan sesuatu yang bathil secara mutlak, di mana mustahil manusia mengetahui hal tersebut, sedangkan Allah telah berfirman:

"Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya." (QS. Thaha: 110).

Barang siapa yang mampu menghindari empat larangan dalam masalah nama-nama dan sifat Allah, maka ia telah menyempurnakan imannya kepada Allah Ta'ala.


Semoga bermanfaat...



Sumber :


http://abd-holikulanwarislamic.blogspot.com/2014/08/pengertian-iman-kepada-alloh.html